Ket Foto : Mahasiswa PMKRI Sedang Melakukan Aksi
Ende_KlikNTT.Com_Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Ende menduga adanya Mark up pembiayaan Pembangunan Jalan Eltari Ende dan Jalan Kelimutu yang di kerjakan pada tahun 2016,Oleh Karena itu PMKRI Minta agar Kejaksaan Negeri Ende Segera Lidik terhadap Pembiayaan Proyek tersebut.Hal ini disampaikan ketua bidang Germas PMKRI Cabang Ende Ferdi Nandus G.Lewa Konten saat menggelar Aksi di Kantor Kejaksaan Negeri Ende,Selasa (18/06/2019)
” Terhadap Pembiayaan Proyek Tersebut menduga bahwa ada mafia anggaran dalam pelaksanaan proyek Jalan El Tari, juga proyek Jalan Kelimutu, dan Taruna Sapta tersebut
Ferdinandus Menambahkan Sangat tidak masuk akal Pekerjaan Jalan Tersebut bisa menelan anggaran miliaran rupiah dengan jarak hanya 3 KM serta jalan tersebut dikerjakan hanyalah tambal sulam, tidak ada material yang dibongkar. Selain itu, pihaknya juga menduga ada yang tidak beres antara Pemkab Ende dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum dengan kontraktor pelaksana yang juga merupakan salah satu Kontraktor Bonavit di Kabupaten Ende.
“Saya kira pihak penegak hukum sudah pantas melakukan penyelidikan terhadap dugaan kolusi antara pihak Pemkab Ende dan pihak rekanan dalam proses pengerjaan jalan ini, karena begitu banyak anggaran yang dikeluarkan namun kualitas pengerjaan Jalan El Tari tetap bergelombung, ungkap Ferdinandus
Apalagi, proyek Rp 22,3 miliar tahun 2016 itu tidak berpengaruh pada peningkatan APBD Ende, serta tidak sejalan dengan visi dan misi Bupati-Wakil Bupati Ende saat ini, yakni membangun dari desa dan kelurahan.
Hal senada Juga disampaikan Ketua PMKRI Ende Firmus Rigo Kepada Media ketika di minta tanggapan nya terkait pembiayaan pengerjaan jalan tersebut” Saya melihat dengan pembiayaan pengerjaan jalan yang menelan anggaran sangat fantastis saat itu. arah kebijakan pembangunan sudah berubah menjadi pembangunan dari kota. Fakta di lapangan banyak jalan yang rusak justru diabaikan dan pihak Dinas PU hanya memprioritaskan pembangunan jalan dalam kota meski jalan masih layak pakai, sementara jalan menuju desa dan kampung yang rusak berat malah tidak diurus,” tegasnya.
” apa yang diungkap para mahasiswa dalam aksi demo itu patut diduga benar adanya. Sebab, anggaran begitu besar dihabiskan untuk jalan sepanjang 3 km dengan hasil kerja yang biasa-biasa saja.
Pertanyaannya sedehana saja, ke mana dan untuk siapa larinya sebagian dana tersebut kalau memang terindikasi korupsi atau mark up harga satuan. Di era sekarang ini tidak ada tempat lagi bagi masyarakat untuk saling menipu soal angka kewajaran yang digunakan oleh Dinas Pekerjaan Umum. Saya kira jika pekerjaan dilaksanakan sesuai ketentuan yang ada boleh saja, asal angkanya rasional dan bisa dipertanggung jawabkan,” tegas Firmus.(En/Fred)