Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Daerah

Wakil Bupati Nagekeo Marianus Waja lempar Koti Perdana Pada Seremonial Adat Etu

147
×

Wakil Bupati Nagekeo Marianus Waja lempar Koti Perdana Pada Seremonial Adat Etu

Sebarkan artikel ini

Nagekeo, KlikNTT.Com-Wakil Bupati Nagekeo Marianus Waja lempar Koti perdana Koti (gasing) pada acara penutupan seremonial Etu di Kampung Adat Nataia, Desa Boanio, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo. Sabtu(13/07/2019).

Pantauan KlikNTT.Com saat di Lapangan, Wakil Bupati Marianus Waja pada kesempatan yang bermartabat itu bersama Wakil Ketua DPRD Kabupaten Nagekeo Kristianus Dua melakukan lempar Koti perdana disaksikan ratusan masyarakat Kampung adat Suku Nataia.

Bupati Marianus Waja pada kesempatan itu saat diwawancarai awak media mengatakan Pemerintah Nagekeo akan mendukung masyarakat untuk melestarikan Budaya Nenek Moyang yang dari dulu sudah diwariskan. Hal ini agar kita menghormati para leluhur, pasalnya Mereka sudah memberi tanpa kita minta. Ungkap Marianus.

Marianus menambahkan dengan adanya Etu dan Koti tersebut, Pemerintah sangat mendukung dan berharap tetap menjadi festival tahunan.

Sementara Kepala Desa Olaia Abraham Soba menjelaskan bahwa permainan atau tradisi Koti (Gasing) merupakan permainan rakyat. Masyarakat suku Nataia di era-era generasi terdahulu menganggap bahwa di musim panas itu, tidak mempunyai pekerjaan. Jadi dari sekian banyak tahapan adat Nataia ini, memiliki tahapan adat yang berakhir di syukuran hasil panen dengan tinju adat.

Selain itu, setelah tinju adat baru resmi dibuka oleh permainan-permainan rakyat apa saja. Dan permainan Koti (Gasing) dikhususkan untuk kaum laki-laki. Sedangkan untuk perempuan ada jenis permainan lain seperti Permainan Balang. Hanya gasing itu sendiri permainan yang dikukuhkan dan diperbolehkan lewat ritual tinju adat(etu) Nataia. Begitu kita menutup acara tinju adat tersebut, dengan secara legal untuk masyarakat suku adat Nataia diperkenankan untuk diperbolehkan bermain gasing(Koti).

Ia menambahkan untuk berakhir masa bermain Koti tersebut ketika kita memasuki musim tanam. Dan masyarakat Nataia ketika sudah dihadapi dengan musim tanam, ada urusan Gua Ruu yang semua orientasinya hanya mengurus lahan, ladang dan otomatis semua jenis permainan termasuk permainan Kothi ditutup dengan sendirinya. Kemudian baru dibuka kembali pada saat tinju adat(Etu) yang merupakan ucapan syukur atas hasil panen yang kita lalui bersama lewat proses Gua Ruu dan proses pengolahan tanam sampai proses panen.

Sedangkan jenis Kotii itu sendiri Ia menyebutkan bahwa jenis Koti yang dimiliki hanya dua jenis kothi orang suku Nataia antara lain Koti Lase yang berbentuk seperti Kemaluan Laki-laki(Penis). Dengan begitu orang menganggap Porno, sekarang kami menyebutkan dengan sebutan Koti Taga pada tahapan babak Lera. Kemudian ada satu jenis lagi Koti yang dipakai untuk saling memukul antar sesama lawan, itu namanya Kothi Goa. Selain itu pada babak-babak pertandingan koti tersebut ada babak Lera yang artinya dalam bentuk undian, sebagai awal melakukan pertandingan.

Untuk undian sebetulnya kita menggunakan Koti Lase atau Koti Taga. Selanjutnya pada babak berikutnya Wedha. Orang dulu dalam bentuk penilaiannya dalam bahasa adat orang Nataia menyebutkan Sa Wae dan Wae Zua. Kalau sa Wae ini kita melangkah tahapan mulai dari Lera, Wedha tidak melakukan kesalahan apapun dan itu baru menghasilkan yang namanya Wae Satu woi. Tetapi dengan perkembangan akhir-akhir ini kita bisa mendapatkan satu bentuk penilaian yang agag begitu dimengerti oleh semua pihak dengan sebagimana yang sudah diterapkan.

Ada hal-hal yang mungkin berhubungan dengan koti ini sendiri, koti ini merupakan salah satu permainan rakyat, yang boleh dimainkan hanya didasari oleh resmi tidaknya dibuka atau ditutup lewat seremonial ritual adat. Boleh bermain ketika upacara tinju yang merupakan bagian dari syukuran.
Di masyarakat khususnya masyarakat Nataia rasa-rasanya mulai tenggelam seiring waktu dengan perkembangan jaman yang semakin moderen, apalagi generasi-generasi masyarakat Nataia terlebih dari segi usia lebih banyak di luar daerah.

Maka hal yang berhubungan dengan melestarikan permainan koti ini dari tahun ke tahun mulai tenggelam karena tidak ada proses regenerasi untuk melanjutkan permainan seperti koti. Karena sekarang lebih banyak generasi-generasi yang sekarang. Itupun lebih banyak mengemban pendidikan diluar.

Ia berharap bagi generasi-generasi yang sekarang harus mampu mewariskan kembali yang pernah Nenek moyang pada jaman dulu sudah pernah lakukan untuk terus melestarikannya.(VD)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *