Nagekeo, KlikNTT.Com-Sebagian warga Kota Mbay, Kelurahan Danga, mulai cemas terhadap ketersediaan air bersih, sebagai akibat dari musim kemarau panjang saat ini.
Sebagian air bersih di sejumlah sumur milik warga, kondisinya surut dan debit airnya mulai berkurang. Bahkan ada yang sudah kering. Adapun Air dari PDAM yang mengalir dari pipa mulai mengecil.
Seperti yang dialami warga di RT 33 Kolibali, Lingkungan Kelurahan Danga, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, saat ditemui KlikNTT.Com, pada Kamis(21/11/2019).
Sebagian warga di lingkungan tersebut, mulai merasakan kelangkaan air bersih. Tak hanya itu, sumur-sumur milik warga airnya surut akibat debit air yang mulai berkurang.
“Pemda, PDAM tidak mengoptimalkan sumur bor yang ada di Mbay. Akibatnya warga kota Mbay sebagian besar sudah mulai darurat air bersih. Bahkan air dari PDAM sudah dua minggu ini hampir-hampir tidak keluar. Kalau keluar yang pasti kecil. Hanya tetesan-tetesan air saja. Sayangnya, kami harus berjam-jam menunggu air yang keluar,” ujar Marsel Lamara Gani, seorang warga di RT 33 Kolibali tersebut.
Menurut Marsel, ada warga yang menggunakan sumur bor, mesin pompanya masih menyala tapi air dari sumur tidak bisa naik. Bapak satu anak ini mengatakan, kejadian air sumur kering di tempatnya baru terjadi pertama kali ini. Pada musim kemarau sebelum-sebelumnya, air sumurnya tidak sampai kering.
Kekeringan itu membuat banyak warga Kota Mbay kerepotan untuk memenuhi kebutuhan air bersih di keluarganya. Marsel misalnya, harus menunggu air berjam-jam. Waktunya untuk bekerja tersita karena menunggu air untuk kebutuhan sehari-hari di dekat rumahnya.
“Kondisi air di kota Mbay sekarang sudah mulai darurat air bersih. Terpaksa mau tidak mau, harus beli air tangki. Padahal air itu untuk keperluan memasak, mandi, mencuci, minum, dan kebutuhan lain,” terangnya.
Marsel berharap, hal ini harus segera disikapi oleh Pemda dan PDAM. “Pemda, PDAM sebaiknya menindaklanjuti seperti pipa-pipa yang bocor. Banyak pipa-pipa bocor yang belum ditangani oleh PDAM. Sayangnya air terbuang-buang dijadikan kubangan kerbau,” imbuhnya.
Lanjut Marsel, PDAM harus bisa menjelaskan hal ini secara baik. Banyak sekali sumur bor yang tidak difungsikan. “Ada banyak bak-bak air. Terus fungsinya untuk apa? Sedangkan tagihan air saja tidak pernah turun,” sesalnya.
Kelangkaan air ini membuat warga kota Mbay harus membeli air tangki. Tapi, menurut Marsel, itu bukan solusi bagi masyarakat, sebab konsekuensinya warga harus mengeluarkan lagi biaya untuk itu.
Warga lain, Dus, saat ditemui KlikNTT.Com baru-baru ini mengatakan, air sumurnya juga kering sejak beberapa hari lalu. Untuk mencukupi kebutuhan air, dirinya meminta air ke saudaranya.
Dia mengaku harus mengeluarkan recehan dari sakunya sendiri untuk memesan tangki air. “Syukur-syukur air tangki datang cepat. Saya berharap ada bantuan air dari Pemda, untuk mengatasi kekeringan air minum ini,” imbuhnya.
Sementara Warga Paringatin, Frangki, kepada KlikNTT.Com mengaku ada banyak pihak yang mengalami krisis air akibat kemarau panjang. Menurut Frangki, ada banyak sumur warga yang mengalami kekeringan dan untuk mengantisipasi hal tersebut warga harus mengeluarkan uang sebanyak 150.000 per tangki.
“Sudah mau masuk tiga minggu ini. Kami terpaksa harus membeli air tangki dengan harga 65.000-150.000. Air bersih di sumur sudah mulai mengering pengaruh panas panjang dan debit airnya mulai berkurang,” terangnya.
Frangki berharap pemda dalam hal ini PDAM, segera melakukan upaya menanggulangi kelangkaan air bersih ini. “Sangat berbahaya sekali kalau sampai tidak hujan. Tanaman kami juga mati karena kekurangan air. Kami hanya ingin Pemda cari jalan keluar terkait krisis air bersih ini,” tutupnya. (Vhiand Dhalu).