Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Daerah

Dipo Nusantara Ingatkan Perangkat Desa di NTT Hati-hati Gunakan Dana Desa

370
×

Dipo Nusantara Ingatkan Perangkat Desa di NTT Hati-hati Gunakan Dana Desa

Sebarkan artikel ini

Nagekeo,_KlikNTT.Com — Anggota DPR RI F-PKB dari Dapil NTT-1, N. M. Dipo Nusantara Pua Upa, S,H., M.Kn., mengingatkan para kepala desa dan perangkat desa di Nusa Tenggara Timur (NTT) agar berhat-hati dalam mengelola atau menggunakan dana desa.Hal ini disampaikan oleh Dipo Nusantara saat melakukan sosialisasi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. di Keo tengah Kabupaten Nagekeo,Selasa (17/03/2020)

“Saat ini jumlah kepala desa dan perangkat desa yang terkena kasus korupsi terus meningkat setiap tahunnya. Dalam setahun saja ada 158 perangakat desa yang menjadi terdakwa. Ini tentu saja memprihatinkan. Jadi, para kepala desa dan perangkat desa di NTT agar berhati-hati dalam mengelola dan menggunakan dana desa,” kata Dipo Nusantara Pua Upa

Dipo menambahkan, data 2015-2018 menunjukkan, ada 252 kasus korupsi anggaran desa. Dan trennya rerus meningkat. Jumlah kerugian negara dari seluruh kasus tersebut mencapai Rp 107,7 miliar.
Kalau melhat data yang ada, kata Dipo, tahun 2018 saja, ada 158 perangkat desa yang menjadi terdakwa. Hal ini pula yang membuat perangkat desa menempati peringkat ketiga profesi paling korup di Indonesia, dengan 158 terdakwa (13,61%). Peringkat pertama adalah pejabat pemerintah provinsi dan kabupaten kota, kota/kabupaten dengan 319 terdakwa (27,48%). Sedangkan peringkat kedua, swasta dengan 242 terdakwa (20,84%).

”Kasusnya macam-macam. Mulai dari penggelembungan anggaran, laporan fiktif, penggelapan, penyalahgunaan anggaran, sampai kasus suap,”Sementara di NTT sendiri, dalam tiga tahun terakhir (2016-2019) terdapat 32 kepala desa yang menjadi terdakwa kasus korupsi dana desa. Mereka dipidana dengan hukuman penjara antara satu tahun sampai tiga tahun lebih.

Lanjut Dipo, tingginya korupsi ini memang tidak terlepas dari UU Desa yang memberikan kewenang kepada kepala desa dan perangkat desa untuk mengelola sendiri dana desa, Tetapi itu bukan penyebab utamanya. Penyebab utamanya ada di kepala desa dan perangkat desanya, serta system pengelolaan dan pengawasanya,” papar Dipo.

” kalau sistemnya baik, manajemen pengelolaannya baik, transparan, pengawasannya juga bagus, tentu saja tingkat korupsi para kepala desa dan perangkat desa akan bisa ditekan.Dan Ini yang harus kita lihat lagi, sudah bagus atau belum. Mungkin kita menyontoh beberapa desa di Jawa dan Bali yang pengelolaan dana desanya bagus. Mereka bahkan transparan mengumumkan detil penggunaan dana desa yang dicetak dalam bentuk baliho besar di kantor desa. Sehingga siapapun bisa melihatnya. Dan kalau ingin tahu lebih detil bisa tanya ke kantor desa,”ungkap Dipo.

Menyinggung alokasi untuk dana desa dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2020, menurut Dipo mencapai Rp 72 triliun, dengan rata-rata per desa mendapat Rp 960 juta. Komposisinya, tahap pertama disalurkan 40%, tahap kedua 40 persen, dan tahao ketiga 20%.

Revisi UU KPK

Dipo juga menyinggung tentang perlunya dilakukan pembaruan hukum melalui revisi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

”Revisi UU KPK ini bertujuan untuk memperkuat dan membangun criminal justice system yang transparan, akuntabel dan terukur. Revisi ini untuk menyempurnakan pasal-pasal di UU sebelumnya yang diketahui masih banyak kekurangan,” papar Dipo.

Contohnya, kata Dipo adalah penyempurnaan dalam aspek sistem kelembagaan –yang menegaskan kembali posisi KPK sebagai lembaga penegak hukum yang membantu presiden di bidang tipikor (Tindak Pidana Korupsi) di Indonesia.

”Dalam Pasal 3 UU KPK yang baru, dijelaskan bahwa KPK merupakan lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif, yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun,” jelas Dipo.

”Jadi, revisi UU KPK ini dilakukan agar pecegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi bisa berjalan efektif dan terpadu. Sehingga dapat mencegah dan mengurangi kerugian negara,” kata Dipo Nusantara Pua Upa.***

Respon (2)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *