Oelamasi_KlikNTT.com– Kepolisian Resor (Polres) Kupang melalui Tim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Satuan Reserse dan Kriminal (Satreskrim) Polres Kupang akhirnya menetapkan satu (1), AY alias Obet yang juga merupakan salah satu ASN pada Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) di wilayah Kabupaten Kupang sebagai tersangka (Tsk) kasus korupsi.
Demikian hal ini diungkapkan Kapolres Kupang, AKBP FX Irwan Arianto, SIK, MH didampingi Kasat Reskrim Iptu Lufthi D Aditya, S.TK, SIK, MH serta Kanit Tipikor Ipda Toby Naraha dalam keterangan pers, Kamis (10/11/22) siang di Mako Polres Kupang.
“AY alias Obet yang berumur 44 tahun ini merupakan satu ASN pada Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesatuan Pengelolaan Hutan (UPTD KPH) wilayah Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur telah ditetapkan sebagai tersangka. Sebagai mana tersangka menjabat sebagai kepala seksi perlindungan konservasi sumber daya alam dan ekosistem pada UPT KPH Wilayah Kabupaten Kupang Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi NTT”, jelas Kapolres.
Lebih lanjut, Tsk diduga kuat telah melakukan tindak pidana korupsi penyalahgunaan kewenangan pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan tanaman I, reboisasi intensif dan agroforestry oleh tim UPT KPH wilayah Kabupaten Kupang seluas 505 hektar pada Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Benain Noelmina tahun 2020 di empat Desa.
Sehingga berdasarkan hasil audit dari Inspektorat Daerah Provinsi NTT, perbuatan Tsk telah merugikan keuangan negara sebesar Rp. 423.024. 000. Pencairan uang dilakukan tiga tahap.
Proyek ini memiliki pagu anggaran dengan nilai Rp 541.020.000 yang bersumber dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) pada Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Benain Noelmina tahun 2020.
Dana tersebut dialokasikan untuk empat Desa yakni, Desa Uiasa, Kecamatan Semau, Rp 111.900.000, Desa Fatumonas, Kecamatan Amfoang Tengah, Rp 115.140.000, Desa Akle Kecamatan Semau Selatan, Rp 231.180.000 dan Desa Oenuntono, Kecamatan Amabi Oefeto Timur Rp 112.800.000.
Mekanisme pencairan dana itu ke rekening tim pelaksana pekerjaan melalui rekening BRI dalam tiga tahap. Masing-masing tahap I sebesar Rp 216.408.000, tahap II sebesar Rp 162.306.000 dan tahap III sebesar Rp 162.306.000 namun, dalam pelaksanaannya, pekerjaan selesai tetapi uang untuk Kelompok Tani (Poktan) hanya dibayarkan Rp 117.996.000.
“Jadi dana tersebut dicairkan untuk Desa Uiasa Rp hanya 54.986.994, Desa Fatumonas Rp 20.000.000, Desa Akle Rp 30.000.000 dan Desa Oenuntono Rp 13.000.000“, ungkap Orang nomor satu Polres Kupang ini.
Pekerjaan dilakukan sejak Mei 2020 dan berakhir Desember 2020. Tsk selaku ketua pelaksana kegiatan swakelola menunjuk secara lisan Poktan sebagai pelaksana pekerjaan pemeliharaan tanaman I, tanpa didukung kontrak kerja secara tertulis.
Seluruh dana yang dicairkan langsung diambil dan dipegang oleh tersangka tanpa melibatkan bendahara sehingga seluruh dana dikelola oleh tersangka hingga pembayaran ke Poktan.
Dalam pelaksanan, Tsk tidak membayar HOK Poktan sesuai dokumen dalam rencana kerja. Di Desa Fatumonas, dari alokasi dana Rp 115.140.000, tsk hanya menyalurkan dana ke dua Poktan (O’Aem dan Kauniki) sebesar Rp 20 juta ada selisih Rp 95.140.000. Untuk Desa Akle, dari alokasi dana Rp 201.180.000, tersalur hanya Rp 30 juta ke Poktan Kaisalun dan ada selisih Rp 171.180.000.
Desa Uiasa, dari alokasi dana Rp 111.900.000, hanya disalurkan Rp 54.985.954 ke Poktan Bangun Hidup, ada selisih Rp 56.914.005. Sedangkan untuk Desa Oenuntono, dari alokasi dana Rp 112.800.000 hanya Rp 13 juta yang disalurkan ke Poktan sehingga ada selisih Rp 99.800.000.
Pembayaran ke Poktan pun tanpa bukti serta hingga saat ini tim pelaksana belum membuat laporan pertanggungjawaban ke Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Benain Noelmina.
Dana tersebut di gunakan oleh tsk selaku ketua tim pelaksana kegiatan, untuk kepentingan pribadinya.
“Penyidik telah memeriksa 55 orang saksi, 1 Ahli Keuangan Negara dan Polisi telah menyita terhadap surat dokumen terkait perkara dimaksud sebanyak 34 item”, bebernya.
Tsk dijerat Pasal 2 ayat (1) subsidair pasal 3 Undang–undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang–undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang–undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dengan ancaman pidana paling singkat 4 tahun, paling lama 20 tahun serta denda minimal dua ratus juta rupiah dan maksimal satu miliar.
Tsk telah memenuhi panggilan penyidik pada tanggal 8 september 2022, kemudian dilakukan pemeriksaan selama 6 jam, setelah pemeriksaan langsung ditangkap sebagai tersangka dan ditempatkan pada Rutan Polres Kupang.
“Jadi kita sudah dalamin pemeriksaan dan ini pelaku tunggal. Karena tsk sebagai ketua tim pelaksanaan. Dan sekitar minggu depan berkas tsk akan di limpahkan ke kejaksaan atau p 21”, tegasnya. (Boy)